Laman

Monday 23 May 2011

Makalah tentang Guru

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad 21 beberapa kalangan mengidentikan sebagai abad teknologi, karena di abad ini peran manusia hampir pasti dapat digantikan oleh teknologi, yang pada dasarnya merupakan hasil kerja keras manusia itu sendiri. Berbagai perubahan 'dunia' yang sangat luar biasa dan terus muncul mengiringi setiap langkah perubahan pada abad 21 ini. 'Horison' dunia semakin meluas seiring dengan 'menyusutnya' dunia, tak ada lagi pembatas sekat negara satu dengan negara yang lain, tidak ada sekat antara komunitas satu dengan yang lain. Dunia telah berubah menjadi sebuah desa kecil yang mengglobal (global vilage).
Keadaan ini disebabakan berkembangnya tekhnologi informasi, jaringan dan internet. Bahkan
saat ini bukanlah sesuatu yang sangat luar bisa jika beberapa pekerjaan tidak memerlukan kehadiran fisik seseorang dalam suatu pekerjaan melalui tekhnologi 'teleconference'
Sebagai bangsa dan sebagai komunitas dunia, hampir dipastikan semua negara memiliki kepentingan tentang akses teknologi informasi yang ada. Tentu saja negara memiliki peran dan memiliki kebijakan akan penguasaan teknologi yang dikembangkan sehingga tentang apa, bagaimana dan untuk apa teknologi itu dimanfaatkan secara maksimal oleh negara tersebut.
Berkaitan dengan percepatan penguasaan teknologi suatu negara kata kuncinya adalah bagaimana kinerja stoke holder lembaga pendidikan itu berperan. Suatu negara yang sadar akan kelemahan dan kekurangan akan penguasaan teknologi pastilah mereka akan berpacu dan tidak tinggal diam supaya kemajuan teknologi dapat mampir dan berkembang di negara tersebut.
Di Indonesia akhir-akhir ini telah membuktikan kepada dunia, beberapa keunggulan juga telah di ukir oleh anak bangsa ini. Olimpiade sains Internasional, physic, Biologi, matematic hampir pasti tiap tahun jatuh ke tangan anak bangsa ini. Namun demikian puaskah negara ini? Tentu jawabnya adalah tidak.
Kita tidak cukup hanya membawa mendali yang nota benenya hanya dimiliki segelintir anak bangsa ini. Yang kita mau adalah bagaimana semua anak bangsa ini juga dapat mampu mengaplikasikan teknologi ini dalam kehidupannya.
Berbicara soal penyiapan elemen bangsa untuk mengahadapi sebuah perubahan zaman di masa sekarang dan masa depan, tidak akan pernah lepas dari konsep pendidikan, terkait dengan hal tersebut "apa yang telah dilakukan oleh institusi pendidikan dalam merubah dirinya untuk mempersiapkan trend perubahan zaman seperti di atas?", " apa yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam mempersiapkan dan mencetak pekerja pada era teknologi informasi ini?'.
Permasalahan menarik lainnya terkait dengan hal ini adalah ancaman akses dari perkembangan informasi adalah tergerusnya 'identitas/karakter bangsa'. Bagaimanapun harus kita sadari bahwa salah satu tujuan idealis pendidikan bukan hanya sekedar menyiapkan generasi pekerja di masa yang akan datang namun juga melestarikan identitas karakter bangsa.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan.
Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan.




B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, guru sebagai fasilitator pembelajaran dituntut kemampuannya dalam menggunakan teknologi, dengan demikian dengan adanya TIK diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru sebagai pendidik. Dalam makalah ini dibahas sejauh manakah reposisi peran guru dalam praksis pembelajaran modern ?
Seiring dengan perkembangan TIK peran guru dalam melaksanakan pembelajaran akan mengalami pergeseran. Dalam kegiatan pembelajaran siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK.
















BAB II
Teori Tentang Guru

A. Reposisi Peran Guru
WF Connell membedakan tujuh peran seorang guru yaitu :
(1) Pendidik (nurturer),
(2) Model,
(3) Pengajar dan pembimbing,
(4) Pelajar (learner),
(5) Komunikator terhadap masyarakat setempat,
(6) Pekerja administrasi, serta
(7) Kesetiaan terhadap lembaga.
Seiring dengan perkembangan TIK peran guru dalam melaksanakan pembelajaran akan mengalami pergeseran. Dalam kegiatan pembelajaran siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi.
Dalam bukunya yang berjudul "Reinventing Education", Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.
Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa.
Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya.
B. Pembelajaran Modern
Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem pendidikan indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah.
Sistem pendidikan Indonesai merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar didunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan jaman global.
Terkait dengan hal ini Tilaar, menyarankan guna memperkuat pendidikan sains siswa perlu diperkuat dengan penguasaan matematika, karena matematika merupakan cara berpikir sains, selain itu perlu juga sekolah dilengkapi laboratorium sains yang memadai untuk menunjang pembelajaran. Hal yang lain adalah pendidikan kreativitas. Adanya informasi yang tidak terbatas memungkinkan seseorang untuk menciptkan hal baru, namun juga menyebabkan seseorang tenggelam dalam timbunan informasi yang membingungkan sehingga seseorang tidak dapat mengambil keputusan.
Oleh sebab itu, salah satu sikap yang perlu dikembangkan dalam era ini adalah mengambangkan sikap kratifitas. Perlu juga dikembangkan pendidikan digital dimana setiap satuan pendidikan terkoneksi dalam jaringan digital untuk saling tukar informasi, dan lain-lain. Terkait dengan pendidikan tinggi, perguruan tinggi perlu meletakan hubungan partisipatif dengan dunia usaha dan lembaga-lembaga penelitian. Dimana selama ini hanya terkesan bersifat formal dan seremonial dan bahkan keduanya terkesan menjaga jarak dengan keangkuhanya masing-masing. Dan yang tidak kalah penting adalah pendidikan nilai sebagai pelestari 'budaya' bangsa.
Terkait dengan pembelajaran, tuntutan abad 21 menuntut perubahan reorientasi dalam pembelajaran yaitu dari;
1. Menggeser paradigma pembelajaran dari 'asumsi tersembunyi' bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari 'otak/pikiran' guru ke 'otak/pikiran' siswa, menuju pembelajaran yang lebih 'memberdayakan' seluruh aspek kemampuan siswa.
2. Menggeser paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centred learning) menuju pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred learning), self directed learning (belajar mandiri), dan pemahaman diri (metakognisi) karena pembelajaran ini dirasa lebih memberdayakan siswa dalam segala aspek.
3. Menggeser dari belajar 'menghafal' konsep menuju belajar 'menemukan' dan 'membangun' (mengkonstruksi) sendiri konsep, yang terbukti mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi, kritis, kreatif dan terampil memecahkan masalah.
4. Menggeser dari belajar individual klasikal menuju pembelajaran kelompok kooperatif yang tidak hanya mengajari ketrampilan berpikir saja namun juga mampu mengajari siswa ketrampilan-ketrampilan lainnya (keterampilan sosial).


Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada 5 (lima) pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:
1. Dari pelatihan ke penampilan.
2. Dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja.
3. Dari kertas ke "on line" atau saluran.
4. Fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja.
5. Dari waktu siklus ke waktu nyata.

Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dan sebagainya.
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet.
Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut "cyber teaching" atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin populer saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.
Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu:
1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi.
2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar.
3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.
Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
C. Reposisi Peran Guru dalam Pembelajaran Modern
Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai:
1. Sesuatu yang sulit dan berat.
2. Upaya mengisi kekurangan siswa.
3. Satu proses transfer dan penerimaan informasi.
4. Proses individual atau soliter.
5. Kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi.
6. Suatu proses linear.

Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai:

1. Proses alami.
2. Proses social.
3. Proses aktif dan pasif.
4. Proses linear dan atau tidak linear.
5. Proses yang berlangsung integratif dan kontekstual.
6. Aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa.
7. Aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari:
1. Sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar.
2. Dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.

Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu:
1. Dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran.
2. Dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan.
3. Dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.


















BAB III
Implementasi Praksis Peran Guru Dalam Pembelajaran
Di Indonesia

A. Tugas Profesional Seorang Guru
Pengajaran dapat dilakukan secara informal, dalam keluarga yang disebut home schooling (lihat Homeschooling) atau masyarakat luas. Mengajar formal dapat dilakukan oleh para profesional dibayar. profesional seperti menikmati status dalam beberapa masyarakat setara dengan dokter, pengacara, insinyur, dan akuntan (Chartered atau BPA).
Tugas profesional Seorang guru mungkin melampaui mengajar formal. Di luar kelas guru dapat menemani siswa pada kunjungan lapangan, mengawasi ruang belajar, membantu dengan organisasi fungsi sekolah, dan berfungsi sebagai pengawas untuk kegiatan ekstrakurikuler. Dalam beberapa sistem pendidikan, guru mungkin memiliki tanggung jawab untuk disiplin siswa.
Sekitar guru dunia sering diharuskan untuk memperoleh pendidikan khusus, pengetahuan, kode etik dan pengawasan internal.
Ada berbagai badan yang dirancang untuk menanamkan, memelihara dan memperbarui berdiri pengetahuan dan profesional guru. Di seluruh dunia banyak pemerintah beroperasi perguruan tinggi guru, yang biasanya didirikan untuk melayani dan melindungi kepentingan publik melalui sertifikasi, yang mengatur dan menegakkan standar praktek untuk profesi guru.
B. Fungsi Seorang Guru
Fungsi perguruan tinggi guru mungkin termasuk menetapkan standar yang jelas praktek, memberikan pendidikan bagi guru yang sedang berlangsung, menyelidiki keluhan yang melibatkan anggota, melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran profesional dan mengambil tindakan disipliner yang sesuai dan program akreditasi guru pendidikan. Dalam banyak situasi guru di sekolah-sekolah yang didanai publik harus menjadi anggota dalam performa yang baik dengan perguruan tinggi, dan sekolah swasta juga mungkin memerlukan guru mereka untuk menjadi orang perguruan tinggi. Di daerah lain peran ini mungkin milik Negara Dewan Pendidikan, Inspektur Instruksi Umum, Dinas Pendidikan Negara atau badan pemerintah lainnya. Di daerah lain masih Pengajaran Serikat mungkin bertanggung jawab untuk beberapa atau semua tugas.
Dalam pendidikan, guru memfasilitasi siswa belajar, sering di sekolah atau akademi atau mungkin di lingkungan lain seperti di luar ruangan. Seorang guru yang mengajar secara individual dapat digambarkan sebagai guru privat.
GDR "guru desa" (seorang guru mengajar siswa dari semua kelompok umur dalam satu kelas) pada tahun 1951.
C. Tujuan Dari Seorang Guru
Tujuannya biasanya dilakukan melalui baik pendekatan informal atau formal untuk belajar, termasuk program studi dan rencana pelajaran yang mengajarkan keterampilan, pengetahuan dan / atau keterampilan berpikir. Berbagai cara untuk mengajar sering disebut sebagai pedagogi. Ketika memutuskan apa metode pengajaran menggunakan guru mempertimbangkan latar belakang pengetahuan siswa, lingkungan, dan tujuan belajar mereka serta kurikulum standar yang ditentukan oleh otoritas yang relevan. Sering kali, guru membantu dalam belajar di luar kelas dengan mendampingi siswa pada field trip. Meningkatnya penggunaan teknologi, khususnya munculnya internet selama dekade terakhir, telah mulai membentuk cara guru pendekatan peran mereka dalam kelas.
Tujuannya adalah biasanya suatu program studi, rencana pelajaran, atau keterampilan praktis. Seorang guru dapat mengikuti kurikulum standar yang ditentukan oleh otoritas yang relevan. Guru dapat berinteraksi dengan mahasiswa dari berbagai usia, dari bayi sampai dewasa, siswa dengan kemampuan yang berbeda dan siswa dengan ketidakmampuan belajar.
Mengajar dengan pedagogi juga melibatkan menilai tingkat pendidikan siswa pada keterampilan tertentu. Memahami pedagogi dari siswa di kelas melibatkan menggunakan instruksi dibedakan serta pengawasan untuk memenuhi kebutuhan semua siswa di kelas. Pedagogi dapat dianggap dengan dua cara. Pertama, mengajar itu sendiri dapat diajarkan dalam berbagai cara, maka, dengan menggunakan pedagogi gaya mengajar. Kedua, pedagogi dari peserta didik datang ke dalam bermain ketika seorang guru menilai keragaman pedagogik dari / nya siswa dan membedakan untuk siswa secara individual sesuai.
Mungkin perbedaan yang paling signifikan antara sekolah dasar dan sekolah menengah mengajar hubungan antara guru dan anak-anak. Di sekolah dasar setiap kelas memiliki seorang guru yang tinggal dengan mereka untuk sebagian dalam seminggu dan akan mengajarkan mereka seluruh kurikulum. Di sekolah menengah mereka akan diajarkan oleh spesialis subjek yang berbeda setiap sesi selama seminggu dan mungkin memiliki 10 atau lebih guru yang berbeda. Hubungan antara anak dan guru mereka cenderung lebih dekat di sekolah dasar di mana mereka bertindak sebagai tutor bentuk, guru spesialis dan orang tua pengganti selama hari.
Hal ini berlaku di sebagian besar Amerika Serikat juga. Namun, pendekatan alternatif untuk pendidikan dasar memang ada. Salah satunya, kadang-kadang disebut sebagai sistem "pleton", melibatkan menempatkan sekelompok mahasiswa bersama dalam satu kelas yang bergerak dari satu spesialis lain untuk setiap subjek. Keuntungan di sini adalah bahwa siswa belajar dari guru-guru yang mengkhususkan diri pada satu subjek dan yang cenderung lebih luas di wilayah salah satu dari seorang guru yang mengajar mata pelajaran banyak. Siswa masih menurunkan rasa kuat keamanan dengan tinggal dengan kelompok yang sama rekan-rekan untuk semua kelas.
Co-mengajar juga telah menjadi trend baru di antara lembaga-lembaga pendidikan. Co-mengajar didefinisikan sebagai dua atau lebih guru yang bekerja secara harmonis untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa di kelas. Co-mengajar berfokus pada siswa belajar dengan menyediakan dukungan jaringan sosial yang memungkinkan mereka untuk mencapai potensi penuh kognitif mereka. Co-guru bekerja sinkron dengan satu sama lain untuk menciptakan iklim pembelajaran.
Sepanjang sejarah pendidikan bentuk yang paling umum dari disiplin sekolah adalah hukuman badan. Sementara seorang anak di sekolah, guru diharapkan untuk bertindak sebagai pengganti orang tua, dengan semua bentuk normal disiplin orangtua yang terbuka bagi mereka.
Di masa lalu, hukuman fisik (memukul atau mendayung atau merotan atau tegap atau birching siswa untuk menyebabkan rasa sakit fisik) merupakan salah satu bentuk yang paling umum disiplin banyak sekolah di seluruh dunia. Sebagian besar negara-negara Barat, dan beberapa orang lain, kini telah dilarang, tapi tetap sah di Amerika Serikat menyusul keputusan Mahkamah Agung AS pada tahun 1977 yang menyatakan bahwa mendayung tidak melanggar Konstitusi AS.
30 US negara bagian telah melarang hukuman fisik, yang lain (sebagian besar di Selatan) tidak. Hal ini masih digunakan untuk gelar (meskipun menurun) yang signifikan di beberapa sekolah negeri di Alabama, Arkansas, Georgia, Louisiana, Mississippi, Oklahoma, Tennessee dan Texas. Sekolah swasta dalam dan sebagian besar negara-negara lain juga dapat menggunakannya. Kopral hukuman di sekolah Amerika diberikan kepada kursi celana panjang siswa atau rok dengan dayung kayu yang dibuat khusus. Hal ini sering digunakan untuk mengambil tempat di kelas atau lorong, namun kini hukuman biasanya diberikan secara pribadi dalam kantor kepala sekolah.
Resmi hukuman badani, sering oleh merotan, tetap lumrah di sekolah-sekolah di beberapa negara Asia, Afrika dan Karibia. Untuk rincian masing-masing negara melihat hukuman badan Sekolah.
Saat ini penahanan adalah salah satu hukuman yang paling umum di sekolah di Amerika Serikat, negara-negara Inggris, Irlandia, Singapura dan lainnya. Hal ini membutuhkan murid untuk tetap di sekolah pada saat tertentu di hari sekolah (seperti makan siang, istirahat atau setelah sekolah), atau bahkan untuk menghadiri sekolah pada hari non-sekolah, misalnya "Sabtu penahanan" yang diselenggarakan di beberapa sekolah AS. Selama penahanan, siswa biasanya harus duduk di ruang kelas dan melakukan pekerjaan, menulis baris atau esai hukuman, atau duduk tenang.
D. Contoh Implikasi Teori Tentang Guru
Contoh modern dari disiplin sekolah di Amerika Utara dan Eropa Barat bergantung pada gagasan tegas seorang guru yang bersedia untuk memaksakan kehendak mereka kepada kelas. penguatan positif diimbangi dengan hukuman segera dan adil untuk kelakuan buruk dan tegas, batas-batas yang jelas mendefinisikan apa yang perilaku yang sesuai dan tidak pantas.
Guru diharapkan untuk menghormati siswanya, dan sarkasme dan upaya untuk mempermalukan siswa dilihat sebagai jatuh di luar apa yang merupakan disiplin yang wajar.
Sementara ini adalah sudut pandang konsensus antara mayoritas akademisi, beberapa guru dan orang tua mendukung gaya yang lebih tegas dan konfrontatif disiplin. [Rujukan?] Individu tersebut menyatakan bahwa banyak masalah dengan sekolah modern berasal dari kelemahan dalam disiplin sekolah dan jika guru dilaksanakan perusahaan kontrol atas kelas mereka akan mampu mengajar lebih efisien. sudut pandang ini didukung oleh pencapaian pendidikan negara-di Asia Timur misalnya-yang menggabungkan disiplin yang ketat dengan standar pendidikan yang tinggi.
Itu tidak jelas, namun bahwa pandangan stereotip mencerminkan realitas kelas Asia Timur atau bahwa tujuan pendidikan di negara-negara yang sepadan dengan mereka di negara-negara Barat. Di Jepang, misalnya, meskipun pencapaian tes standar rata-rata dapat melebihi orang-orang di negara-negara Barat, disiplin kelas dan perilaku sangat bermasalah. Meskipun, secara resmi, sekolah memiliki kode perilaku yang sangat kaku, dalam praktiknya banyak guru mencari siswa tidak terkendali dan tidak menegakkan disiplin sama sekali.
Dimana sekolah kelas-kelas biasanya 40 sampai 50 siswa, menjaga ketertiban di dalam kelas dapat mengalihkan guru dari instruksi, meninggalkan sedikit kesempatan untuk konsentrasi dan fokus pada apa yang diajarkan. Sebagai tanggapan, guru dapat memusatkan perhatian mereka pada siswa termotivasi, mengabaikan mencari perhatian dan mahasiswa mengganggu. Hasil dari ini adalah bahwa siswa termotivasi, menghadapi ujian masuk universitas menuntut, menerima sumber daya yang tidak proporsional. Mengingat penekanan pada pencapaian tempat universitas, administrator dan gubernur mungkin menganggap kebijakan ini yang sesuai.
sekolah model Sudbury demokratis mengklaim bahwa otoritas populer berbasis dapat menjaga ketertiban lebih efektif dari otoritas diktatorial bagi pemerintah dan sekolah sama. Mereka juga mengklaim bahwa di sekolah-sekolah dalam pelestarian ketertiban umum lebih mudah dan lebih efisien daripada di tempat lain. Terutama karena aturan dan peraturan yang dibuat oleh masyarakat secara keseluruhan, situ suasana sekolah adalah salah satu dari persuasi dan negosiasi, bukan konfrontasi karena tidak ada satu untuk menghadapi.
Sudbury pengalaman model sekolah demokratis 'menunjukkan bahwa sebuah sekolah yang baik, hukum yang jelas, adil dan demokratis disahkan oleh seluruh komunitas sekolah, dan sistem peradilan yang baik untuk menegakkan undang-undang, adalah sekolah di mana disiplin masyarakat berlaku, dan di mana sebuah semakin canggih konsep hukum dan ketertiban berkembang, terhadap sekolah-sekolah lain hari ini, di mana aturan-aturan yang sewenang-wenang, otoritas mutlak, hukuman berubah-ubah, dan proses hukum tidak diketahui.
Karena guru dapat mempengaruhi bagaimana siswa memahami materi kursus, telah ditemukan bahwa guru yang antusias terhadap materi pelajaran dan siswa dapat mempengaruhi pengalaman belajar yang positif terhadap materi pelajaran. Pada guru / evaluasi program, ditemukan bahwa guru yang memiliki disposisi positif terhadap isi kursus cenderung untuk mentransfer semangat mereka untuk siswa menerima. [5] Guru tidak bisa mengajar dengan cara menghafal tetapi harus mencari invigoration baru untuk materi kursus pada harian dasar. Guru harus diingat bahwa mereka ajarkan pikiran baru setiap istilah atau semester [6] Jika., Guru akan jatuh ke dalam perangkap telah melakukan bahan ini lagi dan mulai merasa bosan dengan subjek yang pada gilirannya melahirkan siswa juga. Siswa yang memiliki antusias guru cenderung untuk menilai mereka lebih tinggi daripada guru yang tidak menunjukkan banyak antusiasme untuk bahan-bahan kursus.

BAB IV
Kesimpulan

A. Saran

Agar pembelajaran modern dapat berjalan dengan baik dengan memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu :
1. Siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru.
2. Harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru.
3. Guru harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik.

B. Implikasi

1. Peran guru telah berubah dari:
a. Sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar.
b. Mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran.
2. Peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu:
a. Dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran.
b. Dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan.
c. Dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
3. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada 5 (lima) pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:
a. Dari pelatihan ke penampilan.
b. Dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja.
c. Dari kertas ke "on line" atau saluran.
d. Fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja.
e. Dari waktu siklus ke waktu nyata.


Daftar Pustaka
Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd. 2008. Profesi Kependidikan Problema, solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Dr. Wiyanto, M.Si. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi Laboratorium, Semarang: UNNES Press.
Sudiyono, A. 2007. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Stronge, J.H.2008. Evaluating teaching. London: Corwin Press.
Scholes, R. 2009. Learning and teaching. Diambil dari sumber File://E\Kumpulan Jurnal\ Learning and Teaching.htm. @ 2003 by the Associstion of Departmens of English. All Rights Reserved. ADE Bulletin 134-135 (Spring-Fall 2003): 11-16.

Sawyer, R.K. 2007. Creative teaching: Collaborave discussion as disciplined improvisation. Journal of American Education Research Association, Volume 33, Number 2, 12-19.

Samana, A. 2010 . Profesionalisme keguruan. Yogyakarta: Kanisius.

Prihartono, Nurudin, & Sudaryanto.2010. Upaya meningkatkan keefektifan pembelajaran bahasa Inggris melalui kreativitas guru dalam merancang tugas-tugas komunikatif di SMA 2 Wonosari (penelitian tindakan kelas). Jurnal Penelitian dan Evaluasi, 1, 114-159.

Ghani, A.R.A., Hari, S., & Suyanto. (Ed). (2006). Evaluasi pendidikan: Konsep dan aplikasi. Jakarta: UHAMKA Press.(Ippank)

No comments:

Post a Comment